PELAKSANAAN PERKAWINAN DIBAWAH TANGAN DI KAMPUNG PASIR TENGAH DESA PANCAWATI KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR
DOI:
https://doi.org/10.32832/yustisi.v4i2.1074Abstract
Salah satu tata cara perkawinan yang masih kelihatan sampai saat ini adalah
perkawinan yang dilakukan secara adat atau secara agama dan tidak dicatatkan pada pejabat yang berwenang atau disebut sebagai Perkawinan Dibawah yang meskipun sudah dianggap sah, namun tidaklah demikian apabila perkawinan tersebut dihubungkan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 2 ayat 2 itu berbunyi: “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” dan di Kampung Pasir Tengah Desa Pancawati - Caringin diketahui banyak sekali dilakukan pernikahan dibawah tangan. Masyarakat Desa Pancawati melakukan pernikahan hanya secara
Hukum Islam dan tidak mencatatkan perkawinan sesuai dengan Hukum Negara. Hal ini terjadi dikarenakan banyak faktor yang mendorong sehingga masyarakat cenderung melakukan Perkawinan Dibawah Tangan, diantaranya dikarenakan faktor agama, pendidikan yang masih rendah juga faktor mata pencaharian dengan tingkat ekonominya juga relatif kurang. Perkawinan dibawah tangan tersebut berakibat hukum pada suami atau istri, anak yang dilahirkan serta harta benda dalam perkawinan dan akibat hukum dari perkawinan yang tidak dicatatkan mengakibatkan perkawinannya tidak diakui atau tidak sah menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan perkawinan sangat berkaitan dengan Administrasi Kependudukan yang intinya berkaitan dengan kepastian hukum dalam kepemilikan Dokumen Kependudukan, yang mana sudah ada Undang-Undang yang mengaturnya yaitu Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan &Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 23 Tahun 2006. Perkawinan dibawah tangan akan berakibat hukum pada suami atau istri, anak yang dilahirkan serta harta benda dalam perkawinan. Berdasarkan akibat hukum yang disebabkan adanya perkawinan yang tidak dicatatkan sehingga perkawinannya
tidak diakui atau tidak sah menurut peraturan per Undang-Undangan yang berlaku maka orang yang melakukan perkawinan dibawah tangan harus mengajukan pengesahan nikah di Pengadilan Agama agar perkawinannya mempunyai kekuatan hukum. Tanpa ada permohonan sah nikah, selamanya pemerintah tidak mengakui atau menganggap sah perkawinan itu karena tidak ada bukti otentik berupa akta nikah. Pemerintah Daerah harus dapat memberikan solusi
terhadap perkawinan dibawah tangan ini, agar pasangan yang menikah dibawah tangan dapat memperoleh kekuatan hukum negara dan Pemuka agama/pemuka adat setempat harus mendapatkan bimbingan dari Kantor Urusan Agama sebagai bagian dari pemerintah dan merupakan lembaga pelaksana perkawinan.