PERLINNDUNGAN HUKUM BAGI PELAKU KEKERASAN KARENA PEMBELAAN TERPAKSA
DOI:
https://doi.org/10.32832/yustisi.v10i1.14234Abstrak
Penelitian ini di maksudkan untuk mengkaji perlindunngan hukum bagi pelaku kekerasan karena pembelaan terpaksa. Dan bagaimana pertanggung jawaban pidana oleh pelaku kekerasan karena pembelaan terpaksa. penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif, penelitian hukum normatif dalam penelitian ini berfokus pada peraturan perundang-undangan hukum positif, asas-asas dan doktrin hukum. kekerasan merupakan perbuatan yang menyalahi hukum sehingga dari suatu perbuatan kekerasan yang dilakukan seseorang maka tentu tindakan tersebut memiliki dampak yang sangat merugikan orang lain. kekerasan merupakan tindakan agresif yang bisa dilakukan oleh siapapun, Misalnya tindakan pemukulan, menusuk, menendang, menampar, meninju, menggigit kesemuanya itu merupakan jenis-jenis kekerasan. Dalam situasi tertentu kekerasan merupakan tindakan yang dianggap normal, seperti tindakan pembelaan terpaksa (noodweer). Dalam penelitian ini menjelaskan bahwa suatu tindakan pembelaan terpaksa (noodweer) tidak dapat di jatuhi hukuman sesuai dengan pasal 49 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa Barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain, terhadap kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana.
Kata kunci : kekerasan; pembelaan terpaksa; perlindungan hukum.
Referensi
Adami Chazawi. (2009). Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Peniadaan, Pemberatan dan Peringanan, Kejahatan Aduan, Perbarengan dan Ajaran Kausalitas. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Chazawi, A. (2002). Pelajaran Hukum Pidana II. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
CST. Kansil. (2009). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. jakarta: Balai Pustaka.
Hanafi, M. (2015). Sisitem Pertanggung Jawaban Pidana. Jakarta: Rajawali.
Hardiansyah, A., and Khisni, A. (2018). Tindak Pidana Kekerasan Dalam Proses Belajar Mengajar Ditinjau Dari Perspektif Hukum Pidana Dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen. Jurnal Daulat Hukum, 1(1), 87–94. https://doi.org/10.30659/jdh.v1i1.2622
I Gede Windu Merta Sanjaya, I. N. G. S. & I. M. M. W. (2022). PEMBELAAN TERPAKSA MELAMPAUI BATAS ( NOODWEER EXCES ) DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BEGAL SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN. Jurnal Konstruksi Hukum |, 3(2), 406–413.
Julaiddin, P. R. (2020). Penegakan hukum bagi pelaku tindak pidana pembunuhan dalam pembelaan terpaksa. UNES Journal of Swara Justisia, 4(1), 44.
Julyano, M., and Sulistyawan, A. Y. (2019). Pemahaman Terhadap Asas Kepastian Hukum Melalui Konstruksi Penalaran Positivisme Hukum. Crepido, 1(1), 13–22. https://doi.org/10.14710/crepido.1.1.13-22
Leden Marpaung. (1991). Unsur-unsur Perbuatan Yang Dapat Dihukum (Delik). Jakarta: Sinar Grafika.
M. Hamdan. (2012). Alasan Penghapus Pidana Teori dan Studi Kasus,. Bandung: PT. Refika Aditama.
Nadhilah Filzah. (2021). Perlindungan dan kemanfaatan hukum terhadap Putusan Itsbat Nikah di Mahkamah Syar’iyyah Bireun (Analisis Putusan Perkara No. 82/Pdt.P/2019/Ms-Br). El-Usrah Jurnal Hukum Keluarga, 4(1), 122–137.
Saleh, R. (1987). Kitab Undang-undang Hukum pidana. Jakarta: Aksara Baru.
Satjipto Rahardjo. (1986). Ilmu hukum. Bandung: Alumni.
Suryantoro, D. D. (2020). Tinjauan yuridis terhadap noodweer sebagai upaya pembelaan yang sah Dwi. Yurispruden : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang, 5(3), 248–253.
Zulfa, E. A. (2010). Gugurnya Hak Menuntut Dasar Penghapus, Peringan, dan Pemberat Pidana. Bogor: Ghalia Indonesia.